Ada berbagai cara mengukur performa marketing baik dengan data primer dan sekunder yang ditetapkan sesuai kebutuhan melalui riset pasar, maupun dengan data internal yang salah satunya adalah laporan keuangan perusahaan.
Saat ini pengukuran performa marketing telah menjadi salah satu kebutuhan yang penting dalam bisnis. Tentu saja karena perusahaan menghadapi tantangan untuk memperlihatkan performa keuangannya kepada pemegang saham, ataupun calon investor.
Walaupun harus diakui untuk manajer menengah seperti kita sulit untuk mendapatkan data tersebut! Tetapi, mungkin di perusahaan Anda ada kebijakan baru dengan menginformasikan beberapa parameter keuangan penting untuk keperluan marketing.
Ketika Bapak Marketing Philip Kottler ditanya tentang pentingnya pelatihan keuangan untuk para marketer, dia mengiyakan dengan memberikan catatan, untuk tidak terlalu berlebihan, dengan alasan bahwa orang yang terlatih di bidang keuangan akan cenderung tidak suka mengambil resiko dan nyaris tidak pernah mengajukan inisiatif yang sangat inovatif. Atas justifikasi tersebut, dalam tulisan ini tidak dibahas tentang keuangan secara mendetail
Kebanyakan marketer berpendapat bahwa akunting itu memusingkan, bagian keuangan itu membuat frustasi. Mau tidak mau kita harus mengerti juga tentang sebagian kecil istilah dan parameter di bagian ini. Bagi Anda yang masih alergi dengan beberapa istilah keuangan harus mulai di “desensitisasi” supaya tidak terlalu hiper-reaktif. Karena justru dari parameter keuangan, Anda bisa menelaah keefektifan team marketing Anda. Selanjutnya, tentu saja Anda diharapkan dapat mengetahui kontribusi Anda pada perusahaan dan upaya-upaya peningkatannya..
Laporan keuangan sebuah perusahaan menunjukkan kinerja perusahaan tersebut dalam periode tertentu. Biasanya ada 3 hal yang dilaporkan yaitu Neraca, Laporan Rugi Laba dan Laparan Arus Kas. Dua laporan pertama merupakan data yang akan kita bahas.
Laporan keuangan dalam contoh ini, seperti umumnya laporan keuangan, merupakan angka agregat dari seluruh bagian ataupun jika pada sebuah korporat, merupakan angka agregat dari masing-masing bisnis unitnya. Anda tentu saja dapat mengusulkan kepada departemen akunting untuk memecah laporan tersebut menjadi laporan beberapa bagian, divisi, kelas terapi ataupun brand group. Beberapa contoh dalam tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran lebih baik dengan sebagian contoh nyata diperoleh dari data perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ, www.jsx.co.id.)
Parameter Klasik dalam Laporan Keuangan
Parameter seperti revenue, gross profit, dan net profit semuanya dapat dilihat di laporan rugi laba, walaupun klasik tidak ada salahnya untuk ditelaah kembali
Revenue/Pendapatan Penjualan
Anda sebaiknya tidak terfokus dan tidak terjebak dengan parameter ini, karena orang keuangan sangat memperhatikan “bottom line”. Dalam pikiran orang keuangan selalu ada pertanyaan berapa biaya untuk mendapatkan Pendapatan Penjualan tersebut. Dengan demikian Anda juga diharapkan memperhatikan biaya.
Selain itu Revenue harus dievaluasi dalam konteks yang lebih luas yaitu dari sisi pertumbuhan dan kompetisi serta kondisi pasar, dengan demikian manajemen juga akan memperhatikan semua sumber daya yang memperngaruhi parameter ini.
Gross Profit/Laba Kotor
Keperluan parameter ini adalah untuk mengetahui apakah perusahaan efisien, berjalan dengan baik dan biayanya dalam batas wajar. Anda mungkin bermaksud untuk meningkatkan pangsa pasar dengan membuat kebijakan harga yang murah yang dapat mendongkrak kuantitas penjualan, tetapi pada akhirnya profitabilitas akan dikorbankan. Seorang marketer juga harus bertangung jawab untuk mengetahui apakah usahanya berkontribusi pada laba kotor ini.
Laba Kotor adalah total pendapatan penjualan dikurangi biaya yang mempengaruhi produksi produk yang dijual yang menghasilkan pendapatan penjualan.:
Gross profit memang tidak memberikan banyak informasi tentang keseluruhan performa untuk perusahaan maupun kelompok produk tertentu, namun parameter ini memberikan petunjuk apakah performa secara umum positif atau mengkhawatirkan.
Tabel 1
Perusahaan Farmasi terbuka B, yang terdaftar di BEJ memperlihatkan trend negative dari performa gross profitnya tahun 2000 ke 2001.Di tahun 2002 beberapa langkah efisiensi tentunya dilakukan sehingga menghasilkan kenaikan gross profit 42%, walaupun dari sisi pendapatan penjualan hanya berkembang 8,24%. Hingga 2004 perusahaan ini berhasil terus menumbuhkan nilai gross profitnya
Net Profit/Laba Bersih
Bagi orang marketing, net profit perlu diketahui untuk melihat kontribusi usahanya terhadap parameter utama keuangan, setelah pendapatan penjualan. dikurangi total biaya.
Tabel 2
Data Net Income dari perusahaan farmasi yang terdaftar di BEJ dan dikategorikan sebagai BUMN, Swasta Asing dan Swasta Lokal. Disini diperlihatkan kinerja perusahaan farmasi swasta lokal dan asing sangat baik dengan pertumbuhan yang positif secara konsisten selama periode empat tahun tersebut.
Parameter lain yang mungkin jarang didengar oleh sebagian marketer adalah
1. Value to Volume Ratio
2. Return on Sales
3. Return on Assets
Value to Volume Ratio
Jika market share bicara tentang persentase perolehan perusahaan (atau produk atau kategori) relative terhadap kompetisi pasar, maka parameter ini adalah mengenai efisiensi produk relatif terhadap kompetitor. Dengan kata lain bahwa gross profit share merupakan faktor keefesienan relative terhadap pasar.
Untuk dapat mengukur Value to Volume Ratio syaratnya harus mempunyai data gross profit kompetitor. Memang agak sulit, tetapi dengan data yang ada kita dapat melakukan beberapa asumsi dan membuat estimasinya.
VVR = % GP/ % MS
VVR = Value to Volume Ratio
% GP = % Gross Profit Share
% MS = % Market Share
Untuk lebih memahami konsep ini, berikut diperlihatkan data 4 dari 9 perusahaan yang terdaftar di BEJ. Diasumsi bahwa ke-9 perusahaan ini merupakan dasar market industri ini.
Tabel 3
Nilai VVR dibawah 100% memberikan sinyal kehati-hatian dalam hal aspek biaya tinggi dan harga yang relatif rendah atau keduanya. Sedangkan perusahaan dengan angka diatas 100 memperlihatkan keefektifan dalam peningkatan investasinya.
Bagi orang marketing, data ini merupakan masukan untuk memperbaiki dan menelaah ulang kebijakan harga, meningkatkan perceived value dan juga sebagai bahan pertimbangan untuk mengubah portofolio produk yang lebih dekat kepada kebutuhan pasar.
Return on Sales
Return on Sales (ROS) adalah indikator profitabilitas praktis dari usaha marketing. ROS merupakan sebuah parameter untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mendapatkan keuntungan dari setiap rupiah penjualannya.
ROS = Laba sebelum Pajak / Penjualan
Idealnya ROS harus ditelaah menurut seri waktu dan dibandingkan relatif terhadap nilai ROS industri. Parameter ini mengukur efisiensi keuangan dari usaha perusahaan mendapatkan penjualannya, khususnya dibandingkan dengan perusahaan lain dalam satu industri. Tentu saja nilai ROS setiap industri berbeda. Grafik dibawah ini memperlihatkan nilai ROS industri farmasi yang terdaftar di BEJ berkisar antara 11% hingga 15% dari tahun 2001 hingga 2004.
Parameter ini berguna sebagai indikator kemampuan perusahaan untuk merespon perubahan performa operasinya, kondisi pasar atau aspek harga. Misalnya kenaikan ROS mungkin memberikan tanda perbaikan efisiensi operasional (pengeluaran lebih rendah). Tetapi dilain pihak, dapat merefleksikan perubahan strategi harga. Marketer harus jeli dalam menilai ROS ini, karena nilai ROS akan meningkat jika harga juga terus naik, pertanyaannya adalah apakah harga dapat terus dipertahankan untuk naik? Jawabannya jelas tidak, regulasi pemerintah tentang kebijakan harga obat telah meghantui sebagian perusahaan farmasi kita.
Grafik 1
Perusahaan farmasi D, secara konsisten selama 4 tahun nilai ROSnya berada diatas nilai Industri, sementara perusahaan A, C dan E berhasil meningkat dan berada diatas Industri selama tahun 2002 hingga 2004. Sisanya berada pada posisi dibawah nilai ROS industri.
Return on Assets (ROA)
Bagaimanapun marketer harus memperhatikan perencanaan produk dalam hal kelayakan dari titik operasional hingga proses pembuatan. Sebab efisiensi operasional merupakan keharusan dari berjalannya bisnis. Ketidakefisienan dapat mengurangi laba dan dapat menekan sumber daya perusahaan termasuk manusia dan peralatan.
ROA adalah parameter untuk mengukur efesiensi berdasarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aset yang ada.
ROA = Laba sebelum pajak / Total Aset
Laporan Rugi Laba akan memberikan kita informasi Laba sebelum pajak, dan Neraca bagian aset akan meberikan informasi nilai aset.
Sederhananya, jika Anda meluncurkan produk baru yang memerlukan peralatan khusus yang mahal, yang berarti menambah nilai aset perusahaan, maka nilai ROA perusahaan cenderung akan menurun, apalagi jika tidak ditunjang oleh keberhasilan penjualan produk baru tersebut berupa minimnya penjualan dan menumpuknya persediaan barang.
Nilai ROA akan memperlihatkan variasi yang cukup banyak jika beberapa industri dibandingkan. Biasanya Industri manufaktur berat akan mempunya angka ROA yang kecil. Dalam tabel di bawah ini ditampilkan nilai ROA untuk perusahaan farmasi yang terdaftar di BEJ sebagai patokan posisi perusahaan anda.
Parameter ini dinilai dalam konteks perusahaan anda dalam lingkungan industri dan kompetitornya. Tidak ada salahnya Anda tahu dan bisa menilai bagus atau jelek. Secara umum dapat dikatakan nilai ROA lebih tinggi lebih baik, tetapi ini sangat tergantung dari jenis industri dan perusahaan lain didalamnya. Jika perusahaan Anda lebih bawah dari nilai ROA industri dan perusahaan lain berarti perusahaan harus mencari tahu mengapa performanya dibawah industri.
Tabel 4 Tabel data Aset dan Laba sebelum pajak perusahaan farmasi yag terdaftar di BEJ. Data ini sebagai basis perhitungan ROA. Nilai ROA Industri Farmasi dari tahun 2001 hingga 2004 berkisar antara 13 – 19%.
Grafik 2 memperlihatkan nilai ROA beberapa perusahaan farmasi yang terdaftar di BEJ dengan nilai diatas dan dibawah industri.
Saat ini pengukuran performa marketing telah menjadi salah satu kebutuhan yang penting dalam bisnis. Tentu saja karena perusahaan menghadapi tantangan untuk memperlihatkan performa keuangannya kepada pemegang saham, ataupun calon investor.
Walaupun harus diakui untuk manajer menengah seperti kita sulit untuk mendapatkan data tersebut! Tetapi, mungkin di perusahaan Anda ada kebijakan baru dengan menginformasikan beberapa parameter keuangan penting untuk keperluan marketing.
Ketika Bapak Marketing Philip Kottler ditanya tentang pentingnya pelatihan keuangan untuk para marketer, dia mengiyakan dengan memberikan catatan, untuk tidak terlalu berlebihan, dengan alasan bahwa orang yang terlatih di bidang keuangan akan cenderung tidak suka mengambil resiko dan nyaris tidak pernah mengajukan inisiatif yang sangat inovatif. Atas justifikasi tersebut, dalam tulisan ini tidak dibahas tentang keuangan secara mendetail
Kebanyakan marketer berpendapat bahwa akunting itu memusingkan, bagian keuangan itu membuat frustasi. Mau tidak mau kita harus mengerti juga tentang sebagian kecil istilah dan parameter di bagian ini. Bagi Anda yang masih alergi dengan beberapa istilah keuangan harus mulai di “desensitisasi” supaya tidak terlalu hiper-reaktif. Karena justru dari parameter keuangan, Anda bisa menelaah keefektifan team marketing Anda. Selanjutnya, tentu saja Anda diharapkan dapat mengetahui kontribusi Anda pada perusahaan dan upaya-upaya peningkatannya..
Laporan keuangan sebuah perusahaan menunjukkan kinerja perusahaan tersebut dalam periode tertentu. Biasanya ada 3 hal yang dilaporkan yaitu Neraca, Laporan Rugi Laba dan Laparan Arus Kas. Dua laporan pertama merupakan data yang akan kita bahas.
Laporan keuangan dalam contoh ini, seperti umumnya laporan keuangan, merupakan angka agregat dari seluruh bagian ataupun jika pada sebuah korporat, merupakan angka agregat dari masing-masing bisnis unitnya. Anda tentu saja dapat mengusulkan kepada departemen akunting untuk memecah laporan tersebut menjadi laporan beberapa bagian, divisi, kelas terapi ataupun brand group. Beberapa contoh dalam tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran lebih baik dengan sebagian contoh nyata diperoleh dari data perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ, www.jsx.co.id.)
Parameter Klasik dalam Laporan Keuangan
Parameter seperti revenue, gross profit, dan net profit semuanya dapat dilihat di laporan rugi laba, walaupun klasik tidak ada salahnya untuk ditelaah kembali
Revenue/Pendapatan Penjualan
Anda sebaiknya tidak terfokus dan tidak terjebak dengan parameter ini, karena orang keuangan sangat memperhatikan “bottom line”. Dalam pikiran orang keuangan selalu ada pertanyaan berapa biaya untuk mendapatkan Pendapatan Penjualan tersebut. Dengan demikian Anda juga diharapkan memperhatikan biaya.
Selain itu Revenue harus dievaluasi dalam konteks yang lebih luas yaitu dari sisi pertumbuhan dan kompetisi serta kondisi pasar, dengan demikian manajemen juga akan memperhatikan semua sumber daya yang memperngaruhi parameter ini.
Gross Profit/Laba Kotor
Keperluan parameter ini adalah untuk mengetahui apakah perusahaan efisien, berjalan dengan baik dan biayanya dalam batas wajar. Anda mungkin bermaksud untuk meningkatkan pangsa pasar dengan membuat kebijakan harga yang murah yang dapat mendongkrak kuantitas penjualan, tetapi pada akhirnya profitabilitas akan dikorbankan. Seorang marketer juga harus bertangung jawab untuk mengetahui apakah usahanya berkontribusi pada laba kotor ini.
Laba Kotor adalah total pendapatan penjualan dikurangi biaya yang mempengaruhi produksi produk yang dijual yang menghasilkan pendapatan penjualan.:
Gross profit memang tidak memberikan banyak informasi tentang keseluruhan performa untuk perusahaan maupun kelompok produk tertentu, namun parameter ini memberikan petunjuk apakah performa secara umum positif atau mengkhawatirkan.
Tabel 1
Perusahaan Farmasi terbuka B, yang terdaftar di BEJ memperlihatkan trend negative dari performa gross profitnya tahun 2000 ke 2001.Di tahun 2002 beberapa langkah efisiensi tentunya dilakukan sehingga menghasilkan kenaikan gross profit 42%, walaupun dari sisi pendapatan penjualan hanya berkembang 8,24%. Hingga 2004 perusahaan ini berhasil terus menumbuhkan nilai gross profitnya
Net Profit/Laba Bersih
Bagi orang marketing, net profit perlu diketahui untuk melihat kontribusi usahanya terhadap parameter utama keuangan, setelah pendapatan penjualan. dikurangi total biaya.
Tabel 2
Data Net Income dari perusahaan farmasi yang terdaftar di BEJ dan dikategorikan sebagai BUMN, Swasta Asing dan Swasta Lokal. Disini diperlihatkan kinerja perusahaan farmasi swasta lokal dan asing sangat baik dengan pertumbuhan yang positif secara konsisten selama periode empat tahun tersebut.
Parameter lain yang mungkin jarang didengar oleh sebagian marketer adalah
1. Value to Volume Ratio
2. Return on Sales
3. Return on Assets
Value to Volume Ratio
Jika market share bicara tentang persentase perolehan perusahaan (atau produk atau kategori) relative terhadap kompetisi pasar, maka parameter ini adalah mengenai efisiensi produk relatif terhadap kompetitor. Dengan kata lain bahwa gross profit share merupakan faktor keefesienan relative terhadap pasar.
Untuk dapat mengukur Value to Volume Ratio syaratnya harus mempunyai data gross profit kompetitor. Memang agak sulit, tetapi dengan data yang ada kita dapat melakukan beberapa asumsi dan membuat estimasinya.
VVR = % GP/ % MS
VVR = Value to Volume Ratio
% GP = % Gross Profit Share
% MS = % Market Share
Untuk lebih memahami konsep ini, berikut diperlihatkan data 4 dari 9 perusahaan yang terdaftar di BEJ. Diasumsi bahwa ke-9 perusahaan ini merupakan dasar market industri ini.
Tabel 3
Nilai VVR dibawah 100% memberikan sinyal kehati-hatian dalam hal aspek biaya tinggi dan harga yang relatif rendah atau keduanya. Sedangkan perusahaan dengan angka diatas 100 memperlihatkan keefektifan dalam peningkatan investasinya.
Bagi orang marketing, data ini merupakan masukan untuk memperbaiki dan menelaah ulang kebijakan harga, meningkatkan perceived value dan juga sebagai bahan pertimbangan untuk mengubah portofolio produk yang lebih dekat kepada kebutuhan pasar.
Return on Sales
Return on Sales (ROS) adalah indikator profitabilitas praktis dari usaha marketing. ROS merupakan sebuah parameter untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mendapatkan keuntungan dari setiap rupiah penjualannya.
ROS = Laba sebelum Pajak / Penjualan
Idealnya ROS harus ditelaah menurut seri waktu dan dibandingkan relatif terhadap nilai ROS industri. Parameter ini mengukur efisiensi keuangan dari usaha perusahaan mendapatkan penjualannya, khususnya dibandingkan dengan perusahaan lain dalam satu industri. Tentu saja nilai ROS setiap industri berbeda. Grafik dibawah ini memperlihatkan nilai ROS industri farmasi yang terdaftar di BEJ berkisar antara 11% hingga 15% dari tahun 2001 hingga 2004.
Parameter ini berguna sebagai indikator kemampuan perusahaan untuk merespon perubahan performa operasinya, kondisi pasar atau aspek harga. Misalnya kenaikan ROS mungkin memberikan tanda perbaikan efisiensi operasional (pengeluaran lebih rendah). Tetapi dilain pihak, dapat merefleksikan perubahan strategi harga. Marketer harus jeli dalam menilai ROS ini, karena nilai ROS akan meningkat jika harga juga terus naik, pertanyaannya adalah apakah harga dapat terus dipertahankan untuk naik? Jawabannya jelas tidak, regulasi pemerintah tentang kebijakan harga obat telah meghantui sebagian perusahaan farmasi kita.
Grafik 1
Perusahaan farmasi D, secara konsisten selama 4 tahun nilai ROSnya berada diatas nilai Industri, sementara perusahaan A, C dan E berhasil meningkat dan berada diatas Industri selama tahun 2002 hingga 2004. Sisanya berada pada posisi dibawah nilai ROS industri.
Return on Assets (ROA)
Bagaimanapun marketer harus memperhatikan perencanaan produk dalam hal kelayakan dari titik operasional hingga proses pembuatan. Sebab efisiensi operasional merupakan keharusan dari berjalannya bisnis. Ketidakefisienan dapat mengurangi laba dan dapat menekan sumber daya perusahaan termasuk manusia dan peralatan.
ROA adalah parameter untuk mengukur efesiensi berdasarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aset yang ada.
ROA = Laba sebelum pajak / Total Aset
Laporan Rugi Laba akan memberikan kita informasi Laba sebelum pajak, dan Neraca bagian aset akan meberikan informasi nilai aset.
Sederhananya, jika Anda meluncurkan produk baru yang memerlukan peralatan khusus yang mahal, yang berarti menambah nilai aset perusahaan, maka nilai ROA perusahaan cenderung akan menurun, apalagi jika tidak ditunjang oleh keberhasilan penjualan produk baru tersebut berupa minimnya penjualan dan menumpuknya persediaan barang.
Nilai ROA akan memperlihatkan variasi yang cukup banyak jika beberapa industri dibandingkan. Biasanya Industri manufaktur berat akan mempunya angka ROA yang kecil. Dalam tabel di bawah ini ditampilkan nilai ROA untuk perusahaan farmasi yang terdaftar di BEJ sebagai patokan posisi perusahaan anda.
Parameter ini dinilai dalam konteks perusahaan anda dalam lingkungan industri dan kompetitornya. Tidak ada salahnya Anda tahu dan bisa menilai bagus atau jelek. Secara umum dapat dikatakan nilai ROA lebih tinggi lebih baik, tetapi ini sangat tergantung dari jenis industri dan perusahaan lain didalamnya. Jika perusahaan Anda lebih bawah dari nilai ROA industri dan perusahaan lain berarti perusahaan harus mencari tahu mengapa performanya dibawah industri.
Tabel 4 Tabel data Aset dan Laba sebelum pajak perusahaan farmasi yag terdaftar di BEJ. Data ini sebagai basis perhitungan ROA. Nilai ROA Industri Farmasi dari tahun 2001 hingga 2004 berkisar antara 13 – 19%.
Grafik 2 memperlihatkan nilai ROA beberapa perusahaan farmasi yang terdaftar di BEJ dengan nilai diatas dan dibawah industri.